Pavel Durov, pendiri dan CEO Telegram, sempat ditahan di Prancis pada Agustus 2024. Ia dibebaskan dengan jaminan sebesar 5 juta euro dan diharuskan melapor ke kantor polisi dua kali seminggu. Sebagai bagian dari syarat pembebasan, Durov dilarang meninggalkan Prancis. Namun, pada Maret 2025, hakim penyidik memberikan izin khusus agar Durov bisa bepergian ke Dubai selama beberapa minggu.
Izin ini diberikan di tengah penyelidikan terkait dugaan aktivitas ilegal di platform Telegram, seperti perdagangan narkoba dan pencucian uang. Meski diizinkan ke Dubai, Durov tetap harus mematuhi proses hukum di Prancis. Dubai sendiri adalah markas besar Telegram, jadi perjalanan ini penting untuk urusan bisnisnya.
Kasus ini sempat menimbulkan ketegangan antara Prancis dan Rusia, terutama karena situasi geopolitik yang memanas akibat konflik di Ukraina. Selain itu, penyelidikan terhadap Durov juga memicu perbincangan mengenai batasan kebebasan berbicara dan penegakan hukum di dunia digital.

Menariknya, setelah kabar izin perjalanan ini mencuat, harga Toncoin (TON) langsung meroket hingga 20%. Ini menunjukkan bahwa keputusan hukum terhadap Durov punya dampak besar terhadap ekosistem Telegram dan mata uang digital yang terhubung dengannya. Perkembangan kasus ini tentu akan terus jadi perhatian, terutama soal regulasi teknologi dan kebebasan di dunia digital.